Balikpapan – Ketika berbicara tentang energi, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil energi berupa batu bara yang terbesar di dunia (BP, 2020). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dirjen Minerba Indonesia, dalam sepuluh tahun terakhir harga batu bara mengalami fluktuasi yang tajam dengan harga tertinggi berada di bulan Oktober 2021 seharga USD 161,63/ton dan harga terendah berada di bulan September 2020 seharga USD 49,42/ton (Dirjen Minerba Indonesia, 2021). Volatilitas (fluktuasi) harga batu bara memberikan dampak bagi perusahaan baik berupa penurunan profit akibat kenaikan bahan pokok maupun penurunan permintaan akibat harga yang naik akibat mengikuti harga batu bara (Endri et al., 2021). Harga batu bara yang adalah komoditas juga dipengaruhi oleh pasar batu bara dalam dan luar negeri (Yin et al., 2021), iklim dan pola konsumsi energi.
Volatilitas dapat dilihat di gambar berikut
Gambar Volatilitas Harga Batu Bara
Volatilitas harga batu bara dapat dilihat sebagai pola tertentu sehingga pola atau tren harga batu bara dapat dan mampu untuk didalami dan dipelajari. Salah satu hal yang dapat dipelajari dari volatilitas ini adalah mengenai bentuk atau pola data yang berhasil di dapatkan dari masa lalu kemudian digunakan sebagai dasar untuk meramalkan harga di masa yang akan datang.
Dari permasalah harga batu bara, tim peneliti dari Teknik Industri Institut Teknologi Kalimantan melakukan analisis terhadap pola yang dihasilkan dari volatilitas harga batu bara dari jumlah pengamatan 154 bulan dari harga batu bara Indonesia dalam satuan USD/ton dari Januari 2009 hingga Oktober 2021. Kemudian data dibagi menjadi data training dan testing. Hyndman (2021) menyatakan pentingnya pembagian data training dan testing dalam mengestimasi dan
mengevaluasi akurasi model peramalan. Pada penelitian ini data training terdiri atas 130 data
pertama (85%) dan data testing terdiri atas 24 data terakhir (15%). Dalam pembentukan model stacking-based diperlukan beberapa model sebagai landasan yatu Moving Average (MA), Exponential Smooting (ES), Elastic Network (EN), Support Vector Machine (SVM), dan Neural Network (NN).
Dari beberapa model yang digunakan dan model stacking-based yang telah disusun, didapatkan hasil seperti pada diagram berikut
Gambar Kinerja Metode
Pada gambar di atas menunjukkan bahwa nilai RMSE dengan nilai error terbesar adalah MA sebesar 11,66 yang sementara model SVM memiliki nilai error terkecil sebesar 6,59. Pada stacking-based didapatkan nilai RMSE sebesar 6,44. Pada nilai MAPE menunjukkan model dengan persentase error terbesar adalah MA sebesar 8,7% yang jika dibandingkan dengan model ES yang memiliki persentase error terkecil sebesar 4,8%. Pada model yang diajukan yaitu stacking-based didapatkan nilai MAPE sebesar 5,97%. Dapat disimpulkan bahwa Stacking-based merupakan model peramalan yang memiliki kinerja terbaik dengan nilai RMSE dan MAPE masing-masing 6,44 dan 5,97% dibandingkan dengan model-model peramalan yang digunakan. Nilai RMSE sebesar 6.44 berarti bahwa model stacking-based dapat memberikan peramalan yang paling mendekati dari nilai aktual harga batu bara sedangkan nilai MAPE sebesar 5.97% berarti bahwa model stacking based dapat 94.03% meniru pergerakan harga yang sebenarnya dari harga batu bara. Dengan begitu, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Proposed Model yaitu model Stacking-based dapat digunakan sebagai model alternatif dalam meramalkan harga batu bara.